Bahwa era sekarang yang di sebut era reformasi telah mampu
membuka tabir gelap atas masalah penegakan hukum, masalah aparatur
hukum dan mekanisme bekerjanya lembaga dan pranata hukum menampakan
wajah yang buram dan jauh dari harapan kebutuhan hukum masyarakat untuk
mendapatkan jaminan kepastian keadilan. Eksistensi peran dan fungsi
hukum dalam kehidupan bernegara dan masyarakat kini sedang menjadi
sasaran tuduhan dari problematika tersebut. Situasi ini telah membawa
pada pemikiran, bahwa pendidikan tinggi hukum di Indonesia, khususnya
Fakultas Hukum UMM, harus memahami problematika tersebut sebagai bagian
dari upaya memberikan solusi yang terbaik atas problematika tersebut.
Sumber: hukum.umm.ac.id
Setelah dilakukan perenungan dan pembahasan atas situasi
di atas, nampaknya Kurikulum menjadi salah satu yang terpenting
timbulnya permasalahan tersebut berikut solusinya. Dalam beberapa kali
kegiatan Lokakarya Kurikulum, telah dilakukan evaluasi yang dipergunakan sebagai upaya untuk menyempurnakan kurikulum secara lebih utuh dan berkarakter sebagai berikut:
- Dalam kancah percaturan politik nasional yang menuju pada proses demokratisasi di era reformasi ini, hukum dalam segala aspeknya sedang dikoreksi, peran, fungsi dan penegakan hukum dalam sistem sosial (dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di Indonesia). Kondisi yang cukup memperihatinkan khususnya adalah pada aspek penegakan hukum (law enforcement). Seperti fenomena mafia peradilan, kolusi, korupsi, nepotisme dan penegakan hukum secara pragmatis, bagaimana perilaku hakim, pengacara/ advokat, penyidik, kejaksaan dsb.- dalam skala nasional- regional dan lokal - seolah telah menegasikan nilai/ norma- norma moral sebagai asasnya.
- Situasi nasional yang demikian itu, selain disebabkan oleh sistem politik pada pemerintahan Orde Baru yang berdampak negatif pada sistem politik hukum nasional yang melahirkan hukum yang berpihak kepada kepentingan pemerintah, juga disebabkan pula sistem pendidikan tinggi hukum yang cenderung menggunakan pendekatan ”positivisme”. Pendidikan tinggi hukum nasional belum dikembangkan kepada pendekatan yang lebih kritis (Studi hukum kritis) yang berpihak kepada nilai- nilai kebenaran dan keadilan, bahwa seorang sarjana hukum adalah pejuang kebenaran dan keadilan bagi kemanusiaan.
- Keberadaan/ eksistensi FH UMM srebagai bagian dari PTM yang bercirikan ke-Islaman mempunyai posisi dan peran yang strategis dalam mengembangkan sistem pendidikan tinggi hukum yang berkarakter dan bercirikan Islam, sehingga mampu melahirkan sarjana- sarjana hukum (SH) yang mempunyai kepribadian yang utuh, sehingga mampu bertanggung jawab terhadap penegakan hukum yang berpihak pada nilai nilai agama, moral, kenbenaran dan keadilan untuk kesejahteraan masyarakatnya.
Atas
dasar itu, maka FH UMM dalam mengambil perannya dalam pengembangan
pendidikan tinggi hukum nasional, memandang bahwa pendidikan hukum
dirumuskan sebagai ”Proses internalisasi, aktualisasi, implementasi
secara sistematis terhadap nilai – nilai keadilan dan kebenaran”. Oleh
karena itu, dalam upaya mengambil peran yang maksimal FH UMM merumuskan
visi dan misi pendidikan tinggi hukum yang mempunyai ciri- ciri/
karakter Profesional, Humanis, dan Religius.
Adapun yang dimaksud dengan Profesional
dalam asal katanya diartikan sebagai: ahli, maka ciri profesional itu
dapat diartikan bahwa dalam proses pendidikan tinggi hukum di FH UMM
dilakukan untuk mampu menguasai dan memahami baik secara teoritis,
konsep dan mahir atau terampil dalam penerapan ilmu (praktek) dari
disiplin ilmu hukum yang dipelajari oleh mahasiswa, sehingga dapat
menerapkan hukum di dalam masyarakat. Oleh karena itu seluruh elemen
yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan tinggi hukum di FH
UMM dituntut untuk:
- Mengembangkan sikap kritis dan terampil;
- Melakukan perubahan- perubahan dalam proses belajar- mengajar;
- Mengembangkan metode pembelajaran yang lebih menyeimbangkan antara teori; konsep dan ketrampilan/ kemahiran dengan perbandingan 1 : 2 : 2.
- Mengembangkan kajian- kajian disiplin ilmu hukum secara kritis.
Kata Humanis diartikan sebagai bersifat
kemanusiaan. Oleh karena itu karakter Humanis adalah, bahwa dalam proses
pendidikan tinggi hukum di FH UMM dilakukan untuk membentuk watak
manusia Sarjana Hukum yang selalu berpihak kepada nilai- nilai/ norma-
norma yang menjadi dasar keberpihakan nurani manusia yang cenderung
kepada kebenaran, keadilan dan hak asasi manusia. Dalam penegrtian
humanis, juga dimaksudkan pendidikan tinggi hukum yang diselelnggarakan
FH-UMM, disamping mengausai ketrampilan dan kemahiran hukum
(profesional) juga membangun integritas dari peserta didik. Adapun bentuk- bentuk ideal yang diharapkan adalah:
- Mengembangkan sikap peka terhadap masalah- masalah sosial masyarakat disekitarnya yang bertumpu pada nilai-nilai kemanusiaan secara universal;
- Memahami hak asasi manusia secara individu dan kelompok;
- Berpihak pada nilai- nilai keadilan, kejujuran dan kebenaran.
Sedangkan Religius dari asal katanya berarti
beragama atau berhubungan dengan agama atau beriman. Belajar hukum juga
harus menyentuh nilai-nilai dan aspek Ilahiah. Kebenaran dan keadilan
yang bersumber dari Tuhan harus menjadi dasar utama dalam proses
berpikir dan bertindak, khususnya Sarjana Hukum dimanapun peran dan
posisinya. Dari arti itu dapat
dikembangkan bahwa karakter religius menjadi jiwa atau Ruh dari sosok
profesional yang humanis dalam setiap tindakan yang dilakukan dalam
rangka :
- Memahami dasar-dasar dan konsepsi hukum Islam yang dijadikan ruh dari setiap pemahaman konsep hukum yang berlaku secara global, nasional maupun lokal;
- Memiliki integritas dan tanggung jawab yang tinggi dalam mengamalkan keilmuannya sebagai seorang muslim;
- Mengaktualisasi Islam sebagai perilaku dan tata nilai dalam setiap tindakan atau aktifitasnya.
Visi ini dikembangkan dalam rangka memberi arah bagi
pengembangan misi UMM maupun FH-UMM. Adapun misi FH UMM tetap mengacu
kepada Pola Ilmiah Pokok (PIP) Universitas yakni memberdayakan
masyarakat yang lemah/ miskin/ Dzuafa’ dengan menjunjung tinggi
supremasi hukum untuk mencapai atau mewujudkan masyarakat utama/ madani (civil society)
Sumber: hukum.umm.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar